EMBUN BIRU DI BAWA KAKI GUNUNG PASAPAK… (DESA MASOSO)
Suaranya menderu seakan mengajak sang mentari untuk menampakkan dirinya. Mereka bernyanyi riang menikmati hidup indah di alam ini. “Tittihio’ suara burung itu membangunkan tidurku seakan menyuruh bangun dan menghirup udarah pagi yang sejuk di bawah kaki gunung yang begitu indah.
Disinilah awal ceritaku yang akan menambah pengetahuan dan wawasan kita, betapa indah dan uniknya karya Tuhan di bumi Kondo Sapatak. EMBUN DIBAWA KAKI GUNUNG PASAPAK.. (DESA MASOSO).
Pagi ini terasa sejuk, seprerti biasa orang-orang di desaku sudah bersiap untuk melakukan aktifitas mereka. Kalau orang-orang di desaku mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani, maklumlah karna pedesaan dan tempatnya di pegunungan. Pagi ini ibuku sudah menyiapkan kopi pahit dan pisang goreng sebagai makanan penghilang ngantuk pagi. Tak perlu bertanya tentang ayahku dia adalah pria yang gagah perkasa, tadi sebelum aku bangun ayah sudah berangkat ke sawah, nunggu padi yang selalu diganggu oleh hama Tikus dan burung pipit.
Kalau di desaku pokoknya hidupku damai terasa, tidak sama kalau di kota hanya tinggal di kamar kos yang sepi tidak ada kopi, pisang goreng apalagi suara khas orang di kampungku yang selalu saling ngeledek satu sama lain. Kebetulan saat ini lagi liburan, jadi nikmati lagi the kedamaian yang tidak pernah aku dapatkan di tempat lain.
Tak menunggu waktu lama aku segera habiskan kopi satu cangkir, enak sihh. Kan kopi asli kampungku baunya khas harum sampai-sampai telapak kaki pun ikut mencium aroma khasnya. Sambil ditemani suara burung-burung yang ada di luar sana bertenggeran di dahan pohon, aku memutar musik, lagu daerah. Di kampungku tiada pagi tanpa putar musik. Pokoknya sudah menjadi kebiasaan pagi, setiap rumah tidak ada yang istimewanya kalau paginya tanpa putar musik. Hehehe, maklumlah sudah menjadi kebiasaan orang-orang di sini. Kampungku yang damai di hati.
Kampungku, itulah kata yang ku ucapkan saat matahari mulai menampakkan dirinya menyinari seluruh penjuru dan sudut kampungku. Indah dan damai kurasakan melihat pemandangan yang begitu megah dan mempesona, pemandangan terindah yang tidak pernah ada di tempat. Tanpa basa-basi aku langsung teriak menghilangkan rasa kantuk yang masih menyelimuti pagiku, tapi teriakan itu mala membuat masalah, aku ditegur orang-orang di rumah.Aku jadi merasa bersalah, tapi ndak apalah yang penting hari ini menyenangkan.
Dari jarak jauh kulihat orang-orang mulai berangkat kerja, ada yang ke kebun, ke sawah, kalau anak sekolah, pastinya ke sekolah. Karna kebetulan Ayahku hari ini ke sawah, jadi aku juga ikut ke sawah. Di sana ada pondok kecil tempat bertedu dari sinar matahari dan juga hujan. Biasanya kalau setiap pematang sawah di kampungku selalu ada pondokan kecil tempat nunggu serangan musuh terbesar, burung pipit nakal, yang akan merusak tanaman padi.
Tiba di sawah kulihat ayahku sedang duduk di dalam pondokan itu, sedang bakar tanah yang sudah di cetak mejadi bulatan. Wahh ternyata ayahku lagi membuat peluru senjata sedeerhana untuk mengusir burung pipit. Senjata itu namanya SAMBAM, bahasa kampungku. Pokoknya senjatanya unik, dari kecil aku sudah biasa melihatnya kalau lagi sedang musim panggampa denasam.(menunggu hewan pemakan padi).
Tak sengaja mataku melirik ke sebuah gunung yang menjulang tinggi di kampungku, orang di sini menamai gunung “PASAPAK”. Ada sebuah keanehan yang timbul dalam benakku, lalu aku menatap semua gunung yang ada di sekeliling kampungku. Karna rasa penasaran aku bertanya pada ayah, “kok gunung PASAPAK warnanya beda sama gunung yang lain, kelihatan biru sekali??, Mungkin karna ayah lebih dulu mengetahui tentang keunikan itu, dia hanya menjawab; ”iya memang begitu, coba kamu melihatnya dari jarak yang jauh pasti warnanya sangat jauh berbeda dari yang lainnya. Lima menit waktuku berpikir dan merenungkannya, tapi ada sebuah kesimpulan yang aku ambil dan memang logika berpikir yang benar, karena Ayah juga mengatakan hal yang sama, bahwa gunung PASAPAK, merupakan gunung yang sangat subur dan berada di tempat yang sangat strategis , sinar matahari pagi langsung menyinari karena gunungnya menghadap ke timur. Semuah tanaman yang ada di sana sangat subur, utamanya kakao sebagai tanaman komuditas unggulan di kampungku. Kebanyakan hasil panen kakao di kampungku berasal dari gunung PASAPAK.
Banyak hal dan mitos dari gunung PASAPAK ini, sering kali juga teman-taman kampungku mendaki ke puncaknya. Di puncak gunung ini ada sebuah bukti sejarah yang menandakan bahwa orang belanda juga pernah menjajah orang di kampungku. Di sana terdapat sebuah benteng pertahanan belanda, bentuknya bulat dan bertapak di pinggirannya, biasanya orang tua di kampungku menyebut ‘benteng Belanda’, berada tepat di atas puncak tertinggi gunung pasapak. Kalau di sana pemandangannya indah dan kita bisa melihat kampung-kampung di suku Bambam, kecuali yang dihalangi oleh gunung. Bentengnya sangat luas, kurang lebih bisa menampung satu heli kopter untuk tempat pendaratan.
Waduh lama bercerita, tapi ndak apalah aku juga sekarang tidak punya kerjaan..
Pokoknya aku bangga dengan kampungku, banyak hal yang belum aku tau banyak dari kampungku ini, GUNUNG PASAPAK, tali kehidupan kampungku, di sana semua mahluk yang hidup bersuka cita dengan kedamaian yang diberikannya khususnya bagi kami anak cucu yang hidup dalam naungan harapan hidup.
Lama aku membayangkan, megah dan unik gunung itu, ada juga cerita yang sering dibicarakan orang tua bahwa di dalam perut gunung PASAPAK ada sebuah aliran sungai yang sangat besar, itu sebabnya banyak mata air yang keluar dari gunung itu. Dulu orang belanda perna meneliti gunung ini, dan timbullah hasil penelitian seperti yang dikatakan oleh orang tua di kampungku.
Terlebih membanggakan kaki gunung pasapak tepatnya di kampungku pernah menjadi landasan udarah heli kopter kepunyaan belanda. Benarkah demikian???. Ternyata itu sungguh luar biasa karna ayah dan ibuku menjadi saksi semua itu, beserta semua orang tua masyarakat MASOSO.
Dulu waktu orang tuaku masih kecil, ada hal yang mengejutkan sebuah heli kopter Belanda keliling di atas langit kampungku dan mendarat di sebuah tempat yang tidak begitu luas, anehnya karna di kampungku ini tidak ada datararan yang luas yg kapasitasnya bisa menampung heli koper.
Meurut orang tua, heli kopter itu sedang mencari emas yang berada di sekitar Salu mambie yang melintasi kampungku, karna dari atas mereka melihat ada dataran yang sangat luat, makanya orang belanda mendaratkan heli kopternya di situ..
Menurut mereka dari atas heli copter dataran yang ada di kaki gunung Pasapak ini terlihat luas, setelah sampai di bawah ternyata beda dengan penglihatan, cukup sempit. Begitulah uniknya gunung pasapak, neh tapi nyata.
Gunung pasapak ini letaknya di sebela barat kampungku, kalau utara, selatan dan barat kampung tetanggaku…
Hmmm, lamah bercerita, soal PASAPAK. Tpi, ada juga hal menarik dari kampungku ini apakah itu???, masyarakatnya yang ramah dan baik hati. Di kampungku masih ada yang namanya gotong royong, misalnya makkelompok, atau ma’pangganna.
Pokoknya senang the hidup di kampungku, hidup damai penuh warna biru kehidupan layaknya gunung pasapak. “EMBUN BIRU DI KAKI GUNUNG PASAPAK’ (DESA MASOSO).
JUDUL : EMBUN DI KAKI GUNUNG PASAPAK (DESA MASOSO)
KARYA : IRSAN KAMBEAN Y
BENTUK : CERITA DALAM KARYA TULIS//LEGENDA
Suaranya menderu seakan mengajak sang mentari untuk menampakkan dirinya. Mereka bernyanyi riang menikmati hidup indah di alam ini. “Tittihio’ suara burung itu membangunkan tidurku seakan menyuruh bangun dan menghirup udarah pagi yang sejuk di bawah kaki gunung yang begitu indah.
Disinilah awal ceritaku yang akan menambah pengetahuan dan wawasan kita, betapa indah dan uniknya karya Tuhan di bumi Kondo Sapatak. EMBUN DIBAWA KAKI GUNUNG PASAPAK.. (DESA MASOSO).
Pagi ini terasa sejuk, seprerti biasa orang-orang di desaku sudah bersiap untuk melakukan aktifitas mereka. Kalau orang-orang di desaku mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani, maklumlah karna pedesaan dan tempatnya di pegunungan. Pagi ini ibuku sudah menyiapkan kopi pahit dan pisang goreng sebagai makanan penghilang ngantuk pagi. Tak perlu bertanya tentang ayahku dia adalah pria yang gagah perkasa, tadi sebelum aku bangun ayah sudah berangkat ke sawah, nunggu padi yang selalu diganggu oleh hama Tikus dan burung pipit.
Kalau di desaku pokoknya hidupku damai terasa, tidak sama kalau di kota hanya tinggal di kamar kos yang sepi tidak ada kopi, pisang goreng apalagi suara khas orang di kampungku yang selalu saling ngeledek satu sama lain. Kebetulan saat ini lagi liburan, jadi nikmati lagi the kedamaian yang tidak pernah aku dapatkan di tempat lain.
Tak menunggu waktu lama aku segera habiskan kopi satu cangkir, enak sihh. Kan kopi asli kampungku baunya khas harum sampai-sampai telapak kaki pun ikut mencium aroma khasnya. Sambil ditemani suara burung-burung yang ada di luar sana bertenggeran di dahan pohon, aku memutar musik, lagu daerah. Di kampungku tiada pagi tanpa putar musik. Pokoknya sudah menjadi kebiasaan pagi, setiap rumah tidak ada yang istimewanya kalau paginya tanpa putar musik. Hehehe, maklumlah sudah menjadi kebiasaan orang-orang di sini. Kampungku yang damai di hati.
Kampungku, itulah kata yang ku ucapkan saat matahari mulai menampakkan dirinya menyinari seluruh penjuru dan sudut kampungku. Indah dan damai kurasakan melihat pemandangan yang begitu megah dan mempesona, pemandangan terindah yang tidak pernah ada di tempat. Tanpa basa-basi aku langsung teriak menghilangkan rasa kantuk yang masih menyelimuti pagiku, tapi teriakan itu mala membuat masalah, aku ditegur orang-orang di rumah.Aku jadi merasa bersalah, tapi ndak apalah yang penting hari ini menyenangkan.
Dari jarak jauh kulihat orang-orang mulai berangkat kerja, ada yang ke kebun, ke sawah, kalau anak sekolah, pastinya ke sekolah. Karna kebetulan Ayahku hari ini ke sawah, jadi aku juga ikut ke sawah. Di sana ada pondok kecil tempat bertedu dari sinar matahari dan juga hujan. Biasanya kalau setiap pematang sawah di kampungku selalu ada pondokan kecil tempat nunggu serangan musuh terbesar, burung pipit nakal, yang akan merusak tanaman padi.
Tiba di sawah kulihat ayahku sedang duduk di dalam pondokan itu, sedang bakar tanah yang sudah di cetak mejadi bulatan. Wahh ternyata ayahku lagi membuat peluru senjata sedeerhana untuk mengusir burung pipit. Senjata itu namanya SAMBAM, bahasa kampungku. Pokoknya senjatanya unik, dari kecil aku sudah biasa melihatnya kalau lagi sedang musim panggampa denasam.(menunggu hewan pemakan padi).
Tak sengaja mataku melirik ke sebuah gunung yang menjulang tinggi di kampungku, orang di sini menamai gunung “PASAPAK”. Ada sebuah keanehan yang timbul dalam benakku, lalu aku menatap semua gunung yang ada di sekeliling kampungku. Karna rasa penasaran aku bertanya pada ayah, “kok gunung PASAPAK warnanya beda sama gunung yang lain, kelihatan biru sekali??, Mungkin karna ayah lebih dulu mengetahui tentang keunikan itu, dia hanya menjawab; ”iya memang begitu, coba kamu melihatnya dari jarak yang jauh pasti warnanya sangat jauh berbeda dari yang lainnya. Lima menit waktuku berpikir dan merenungkannya, tapi ada sebuah kesimpulan yang aku ambil dan memang logika berpikir yang benar, karena Ayah juga mengatakan hal yang sama, bahwa gunung PASAPAK, merupakan gunung yang sangat subur dan berada di tempat yang sangat strategis , sinar matahari pagi langsung menyinari karena gunungnya menghadap ke timur. Semuah tanaman yang ada di sana sangat subur, utamanya kakao sebagai tanaman komuditas unggulan di kampungku. Kebanyakan hasil panen kakao di kampungku berasal dari gunung PASAPAK.
Banyak hal dan mitos dari gunung PASAPAK ini, sering kali juga teman-taman kampungku mendaki ke puncaknya. Di puncak gunung ini ada sebuah bukti sejarah yang menandakan bahwa orang belanda juga pernah menjajah orang di kampungku. Di sana terdapat sebuah benteng pertahanan belanda, bentuknya bulat dan bertapak di pinggirannya, biasanya orang tua di kampungku menyebut ‘benteng Belanda’, berada tepat di atas puncak tertinggi gunung pasapak. Kalau di sana pemandangannya indah dan kita bisa melihat kampung-kampung di suku Bambam, kecuali yang dihalangi oleh gunung. Bentengnya sangat luas, kurang lebih bisa menampung satu heli kopter untuk tempat pendaratan.
Waduh lama bercerita, tapi ndak apalah aku juga sekarang tidak punya kerjaan..
Pokoknya aku bangga dengan kampungku, banyak hal yang belum aku tau banyak dari kampungku ini, GUNUNG PASAPAK, tali kehidupan kampungku, di sana semua mahluk yang hidup bersuka cita dengan kedamaian yang diberikannya khususnya bagi kami anak cucu yang hidup dalam naungan harapan hidup.
Lama aku membayangkan, megah dan unik gunung itu, ada juga cerita yang sering dibicarakan orang tua bahwa di dalam perut gunung PASAPAK ada sebuah aliran sungai yang sangat besar, itu sebabnya banyak mata air yang keluar dari gunung itu. Dulu orang belanda perna meneliti gunung ini, dan timbullah hasil penelitian seperti yang dikatakan oleh orang tua di kampungku.
Terlebih membanggakan kaki gunung pasapak tepatnya di kampungku pernah menjadi landasan udarah heli kopter kepunyaan belanda. Benarkah demikian???. Ternyata itu sungguh luar biasa karna ayah dan ibuku menjadi saksi semua itu, beserta semua orang tua masyarakat MASOSO.
Dulu waktu orang tuaku masih kecil, ada hal yang mengejutkan sebuah heli kopter Belanda keliling di atas langit kampungku dan mendarat di sebuah tempat yang tidak begitu luas, anehnya karna di kampungku ini tidak ada datararan yang luas yg kapasitasnya bisa menampung heli koper.
Meurut orang tua, heli kopter itu sedang mencari emas yang berada di sekitar Salu mambie yang melintasi kampungku, karna dari atas mereka melihat ada dataran yang sangat luat, makanya orang belanda mendaratkan heli kopternya di situ..
Menurut mereka dari atas heli copter dataran yang ada di kaki gunung Pasapak ini terlihat luas, setelah sampai di bawah ternyata beda dengan penglihatan, cukup sempit. Begitulah uniknya gunung pasapak, neh tapi nyata.
Gunung pasapak ini letaknya di sebela barat kampungku, kalau utara, selatan dan barat kampung tetanggaku…
Hmmm, lamah bercerita, soal PASAPAK. Tpi, ada juga hal menarik dari kampungku ini apakah itu???, masyarakatnya yang ramah dan baik hati. Di kampungku masih ada yang namanya gotong royong, misalnya makkelompok, atau ma’pangganna.
Pokoknya senang the hidup di kampungku, hidup damai penuh warna biru kehidupan layaknya gunung pasapak. “EMBUN BIRU DI KAKI GUNUNG PASAPAK’ (DESA MASOSO).
JUDUL : EMBUN DI KAKI GUNUNG PASAPAK (DESA MASOSO)
KARYA : IRSAN KAMBEAN Y
BENTUK : CERITA DALAM KARYA TULIS//LEGENDA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar